Lampung Selatan, www.lampungmediaonline.com – Nasib petani di Dusun II, Desa Titiwangi, Kecamatan Candipuro, Lampung Selatan (Lamsel) tengah di pertaruhkan di meja hijau.
Bahkan, petani terancam pidana penambangan liar. Namun, hal itu tergantung pada putusan majelis hakim Pengadilan Negeri Kalianda yang mengadili perkara terdakwa Sambudi dengan nomor perkara 328/Pid.Sus-LH/2018/PN.Kla.
Berdasarkan rillis yang disampaikan, Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Tani Lampung Arif Hidayatullah menyampaikan petani memiliki kepentingan langsung atas putusan perkara ini, karena kasus ini terkait dengan pemanfaatan tanah pasir yang dijadikan lahan pertanian oleh petani agar lahannya dapat lebih produktif sehingga mempunyai nilai ekonomis tinggi.
“Yang mulia hakim lebih arif dan bijaksana bila memutus lepas dari tuntutan. Nasib petani dipertaruhkan disini,” ujar Arif selaku kuasa hukum terdakwa Sambudi dalam siaran persnya, Kamis siang (20/09).
Menurutnya, jika pengadilan berpendapat bahwa perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa terbukti, tetapi perbuatan itu tidak merupakan suatu tindakan pidana, maka terdakwa diputus lepas dari segala tuntutan hukum.
“Peristiwa hukum itu benar ada, tapi itu bukan perbuatan pidana,” imbuhnya.
Kasus dugaan penambangan pasir ini bermula ketika terdakwa membantu pemilik lahan sawah untuk diubah menjadi kolam ikan yang luas tanahnya hanya 650 meter persegi dengan cara menyedot kandungan pasirnya sebelum dibuat kolam.
Berdasarkan keterangan yang terungkap dalam beberapa kalai melakukan persidangan, Pengacara para petani ini mengatakan kandungan pasir yang digali dengan cara disedot cukup banyak, sehingga akhirnya pasir itu dijual atas persetujuan bersama dengan pimilik sawah.
“Penyedotan pasir baru berjalan kurang lebih dua hari. Dan hasil penjualan pasir juga dibagi dan diperuntukkan untuk modal membuat kolam,” jelas mantan Sekretaris Jenderal LMND itu.
Menurutnya, kliennya hanya korban dari penegakan hukum yang tidak adil. Pasalnya kegiatan penyedotan pasir di wilayah candipuro sudah berlangsung cukup lama sejak tahun 1990-an dan rata-rata para petani melakukan hal itu untuk meningkatkan produktifitas lahan.
Namun berbeda sekali dengan cara pandang aparat penegak hukum, Arif menyampaikan kliennya menjadi pesakitan hanya karena menjual hasil penyedotan pasir tanpa izin dan dikenakan pasal pidana undang-undang Minerba.
“Sejak dulu tidak pernah ada sosialisasi bahkan larangan dari pemerintah terkait penyedotan pasir disana. Jangan karena kesalahan negara yang cuek dengan kesejahteraan petani, rakyat dijadikan korban,” jelasnya.
Pejuang agraria ini juga menambahkan, yang lebih parah lagi ketika saksi kepolisian diperiksa di persidangan, saksi mengatakan penangkapan kliennya dikarenakan letak penyedotan pasirnya berada di pinggir jalan, sehingga dianggap mencolok. Sedangkan aktifitas penyedotan pasir lainnya berada di dalam kebun.
“Nah bila penegakan hukum dilakukan seperti ini, bagaimana keadilan akan tercipta dengan benar. Kami berharap hakim dapat mempertimbangkan hal itu demi petani,” paparnya.
Saksi-saksi lain yang dihadirkan dalam persidangan, mulai dari Kepala Desa Titiwangi dan warga mengatakan bahwa penyedotan pasir ini efeknya sangat positif karena bisa membuat tanah yang tadinya tidak produktif menjadi produktif. Tanaman tumbuh subur karena tanahnya menjadi lebih baik dan membuat pendapatan warga meningkat.
“Pemerintah harus aktif menyikapi hal ini, petani harus dibina dan diajarkan cara mengelola lahan yang baik itu seperti apa,” tegas advokat muda yang sedang intens mendampingi beberapa konflik agraria di Lampung.
Dia mengingatkan selama ini pemerintah tidak pernah memberikan pengetahuan kepada masyarakat petani, apakah penyedotan pasir untuk kepentingan peningkatan kualitas tanah pertanian melanggar atau tidak.
“Ahli yang dihadirkan penuntut umum-pun bilang untuk dapat izin usaha penambangan. Luas lahan wajib minimal lima hektare. Nah bagaimana dengan luasan yang hanya enam ratus lima puluh meter persegi,” tuturnya.
Untuk diketahui, kemarin (19/9), persidangan kembali dilakukan di PN Kalianda. Namun, persidangan yang dipimpin Ketua Majelis Hakim I Gede Putu Saptawan, S.H., M.Hum., dan beranggotakan Yudha Dinata, S.H., serta Dodik Setyo Wijayanto,S.H belum dapat membacakan putusan. Mereka kembali menjadwalkan agenda sidang pembacaan putusan pada hari rabu mendatang.
“Semoga putusannya memenuhi keadilan masyarakat petani pada umumnya,” tutup Arif.
NasDem Lamsel Turut Pantau Perkara Petani
Ketua DPD NasDem Lampung Selatan, Wahrul Fauzi Silalahi mengatakan, partainya ikut memantau perkembangan perkara yang sedang ditangani LBH Tani di pengadilan.
“Kasus ini akan berdampak terhadap petani yang mencoba atau sudah melakukan kegiatan penyedotan pasir guna meningkatkan produktifitas lahannya sendiri,” ujar Fauzi.
Dia berharap, majelis memutus perkaranya juga mempertimbangkan kepentingan masyarakat luas dan berani membuat terobosan hukum terkait perkara ini.
“Kepastian hukum dan kemanfaatan hukum penting dijadikan pertimbangan sebelum memutus perkara,” jelasnya. (Doy/rillis)